Buddha Bar Jakarta

 

                         Saya cukup kaget ketika di salah satu forum (Kaskus) membahas restauran dunia malam yang menjual minuman alkohol dan memabukkan di Jakarta dengan nama Buddha Bar. Selain nama, bar tersebut juga menggunakan simbol-simbol agama Buddha, seperti patung Buddha. Buddha Bar Jakarta diluncurkan pada 28 November 2008 dan pemiliknya adalah anak Capres (mantan Gubernur Jakarta) Jend (Purn) Sutiyoso yakni Renny Sutiyoso. Buddha Bar ini merupakan perusahaan Franchising orang Barat (Prancis) yang mereka mengartikan “Buddha Bar” sebagai “Enlightenment Bar” atau Bar yang Mencerahkan.

                        Sejak awal pendirian Buddha Bar (bekas kantor imigrasi), para birokrat kita telah melanggar KUHP pasal 156 huruf A junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yaitu secara bersama–sama melakukan penodaan terhadap agama; kemudian pasal 56 ayat ke-1 KUHP, yaitu secara bersama-sama membantu penodaan terhadap suatu agama; dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun penjara. Tentu pihak-pihak terkait adalah Pemda DKI Jakarta, Menkeu, Mendag, Menkumham, pemilik (Renny Sutiyoso) serta pihak terkait lainnya yang membiarkan nama dan simbol keagamaan umat Buddha di Indonesia digunakan dalam bar tersebut.

Meskipun para birokrat kita tahu ini merupakan penodaan agama di Indonesia, namun saya meyakini mereka lebih bergeming dengan dolar dan rupiah yang mereka terima ketimbang keberatan umat Buddha. Sangat mungkin sekali institusi ini melakukan tindak KKN terselubung. Hmm…sudah jadi rahasia umum. Untuk membuka hutan lindung, uang berbicara. Untuk pengadaan kapal, uang berbicara. Untuk izin majalah playboy, juga uang berbicara. Namun bisa juga karena faktor lain, yaitu apakah pemda Jakarta takut dengan Jend (Purn) Sutiyoso sang mantan Gubernur DKI Jakarta? Mendengar sekaligus melihat iklan yang disampaikan oleh Pak Sutiyoso sangatlah miris dengan kenyataan. Pak Sutiyoso sendiri tidak mampu mendidik anaknya untuk menjaga keharmonisan, sikap menghargai pemeluk agama lain dalam menjalankan bisnisnya. Dan parahnya, anak Capres memiliki bisnis bar. Apa kata dunia?? Bagaimana mampu memimpin Indonesia jika putra-putrinya dengan mudah mendapat izin usaha karena bapaknya adalah mantan jenderal, mantan gubernur atau capres???

                        Sangat ironis, walau perwakilan umat Buddha telah menyampaikan protes dengan damai (surat) kepada pemerintah sejak 22 Januari 2009 silam, ternyata sampai saat ini Bisnis Anak Sutiyoso masih ramai dikunjungi pencari kenikmatan dunia malam. Tentu, umat Buddha akan sangat merasa terhina, karena dalam ajaran Buddha secara jelas tidak memperbolehkan meminum minuman alkohol, apalagi ada patung Buddha di dalam bar tersebut. Hal ini sangat bertentangan, lihat saja halaman depan situs http://buddha-bar.co.id/ Jakarta. Sangat tidak etis menggunakan simbol keagamaan untuk melakukan bisnis alkohol dan sejenisnya. Apakah pemerintah saat ini lebih ekonomi kapitalis dengan menghilang nilai-nilai keagamaan dan budaya? Apakah pemerintah bertindak setelah ada demonstrasi? Tidakkah pemerintah lebih cerdas?

                        Saya cukup yakin, semua pemeluk agama akan merasa tersinggung jika nama Agama atau nabi (pembawa ajaran) serta simbol-simbol keagamaan dijadikan nama dan objek di tempat-tempat tidak etis (menjual minuman alkohol, disko dan sejenisnya). Terlebih tempat sejenis bar kerap kali menjadi ajang tindakan tidak senonoh, tindakan tidak suci bagi semua pemeluk agama di Indonesia. Umat Buddha akan tersinggung jika ada bar bernama Buddha Bar yang di dalamnya terdapat orang mabuk-mabukan. Begitu juga umat Islam akan tersinggung jika ada bar bernama Islam Bar atau Muhammad Bar. Hal sama umat Kristiani akan tersinggung jika ada bar bernama Kristen Bar atau Yesus Bar. Tidak terkecuali umat Hindu dan Kongfucu di Indonesia.

******

                       Fenomena bisnis yang melecehkan nama atau simbol keagamaan tidak boleh terjadi di Indonesia. Sumber filter pertama yakni pemerintah (pemda, menkeu, dephumkam, dan lain-lain) tidak boleh gagal menjalankan UU dan hukum pidana di Indonesia. Sudah banyak UU dibuat yang menghabiskan anggaran miliaran rupiah, namun pemerintah lebih cenderung untuk mengoleksinya saja, tidak pernah diterapkan karena lebih mementingkan kepentingan pengusaha dan sekelompoke elit. Sebut saja UU Pornografi atau ITE untuk menfilter internet, majalah, program TV, toh sekarang masih berkeliaran konten yang tidak mendidik.

Selain isu pelecahan agama, budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sedang tergerus oleh para pengusaha demi mencari keuntungan. Nilai-nilai santun, menghargai, hormat, tata krama, toleransi antar sesama warga masyarakat menjadi semakin luntur dengan tayangan TV, isi majalah, konten internet, tempat-tempat hiburan malam, dan sejenisnya. Dan saya khawatir, jika hal ini tidak ditanggani secara cermat, maka keharmonisan masyarakat akan luntur. Sikap saling menghargai akan sirna. Dan secara bertahap pihak asing (maupun pengusaha) akan mulai melecehkan agama-agama di Indonesia secara halus dan sistematis.

                        Menanggapi fenomena ini, setiap pihak harus berpikir jernih, dengan tetap menjunjung nilai kesantunan, etika moral, sikap saling menghargai bukan melecehkan. Dan apakah upaya diplomasi umat Buddha dengan pemerintah (pemda dan terkait) berhasil tanpa aksi demonstrasi? Apa sikap orang tua Renny Sutiyoso, sang Capres RI 2009 kita ini? Saya harap pemerintah harus tegas, jangan lebih mementingkan rupiah, dollar, atau sang jenderal daripada etika moral! Dan saya yakin, masih banyak kasus yang serupa di negeri ini yang menyangkut pelecehan budaya, perusakan lingkungan, pengambil alih lahan warga dan sebagainya atas nama RUPIAH DAN KEKUASAAN.

                      Jelas sudah, seperti apa kondisi negara dan pemerintah saat ini. Sudah saatnya generasi muda bangkit dari keterburukan dan membangun bangsa dan negara ini maju dengan tetap menjunjung nilai-nilai etika, moral, kesantunan, dan saling bahu-membahu membangun negeri ini. Ciptakanlah bisnis yang meningkatkan kualitas SDM dan citra moral Indonesia, bukan judi, bar, diskotik, porno, dan sejenisnya (termasuk rokok).

Disusun dari berbagai sumber